Beranda | Artikel
Pembahasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah
Rabu, 11 Desember 2019

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Pembahasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Kifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 21 Rabbi’ul Awwal 1441 H / 18 November 2019 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Makna Hadits Tangan Diatas Lebih Baik Dari Tangan Dibawah

Kajian Islam Ilmiah Pembahasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah

Pembahasan kita masih berputar di dalam bab sedekah dan kita diakhir bab tersebut. Dimana penulis, Al-Imam Al-Mundziri Rahimahullahu Ta’ala berkata: Anas bin Malik meriwayatkan bahwasanya Abu Talhah Radhiyallahu ‘Anhu adalah diantara sahabat dari kalangan kaum Anshar di kota Madinah yang paling banyak hartanya. Dan diantara harta yang paling dicintai oleh Abu Talhah adalah Bairaha.

Bairaha adalah sebuah kebun yang berada di sisi kiblat masjid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sering masuk ke dalam kebun tersebut. Nabi yang mulia meminum air yang segar di dalam kebun tersebut. Kemudian Anas berkata tatkala turun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Surat Ali-Imran ayat ke-92:

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

Kamu tidak akan memperoleh kebajikan sebelum kamu menginfaqkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali-Imran[3]: 92)

Tatkala turun ayat tersebut, bangkitlah Abu Talhah Radhiyallahu ‘Anhu menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian Abu Talhah berkata, “Ya Rasulallah, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitabNya, ‘Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan sebelum kamu menginfaqkan sebagian harta yang kamu cintai.’ Ya Rasulullah, sesungguhnya yang paling aku cintai adalah Bairaha, dan aku jadikan kebun tersebut sebagai sedekah yang aku ikhlaskan di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Aku mengharapkan kebaikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan aku mengharapkan sedekah tersebut sebagai simpanan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka jadikan kebun tersebut Ya Rasulullah, sesuai dengan apa yang kau kehendaki.”

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

بَخٍ، ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ، قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا، وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ، فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ

“Luar biasa kebaikan yang sangat besar, itu adalah harta yang sangat mendatangkan keuntungan, aku mendengar apa yang kau ucapkan wahai Abu Talhah, akan tetapi aku memandang sebaiknya engkau jadikan harta tersebut untuk karib kerabatmu. Maka Abu Talhah membagikan harta tersebut untuk karib kerabat beliau dan untuk sepupu-sepupu beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perkataan (بَيْرَحَاء), adalah sebuah tempat di dekat masjid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan pengucapan kata (حَاء) pada kalimat Bairaha adalah nama seorang laki-laki yang dinisbatkan kepadanya sebuah sumur di situ. Kemudian ada perbedaan di antara para ulama didalam mengucapkan kata Bairaha. Ada yang mengatakan kata Bairaha dibaca dengan menfatkhakhkan (رَ) dalam setiap kondisi, baik diam marfu’, manshub, ataupun majrur.

Sebagian yang lain mengatakan bahwasanya Bairaha didhammahkan (رُ) dalam kondisi marfu’, difatkhakhkan (رْ) dalam kondisi manshub, kemudian dikasrahkan (رِ) dalam kondisi majrur.

Kemudian makna perkataan (بَخٍ) dibaca terkadang dengan disukunkan (خْ) dan terkadang dibaca dengan dikasrahkan serta tanwin (خٍ). Berkata Al-Khalil bahwasannya perkataan (بَخٍ) tersebut diucapkan untuk mengungkapkan sesuatu yang kita ridhai. Dan ucapan tersebut diucapkan untuk mengungkapkan sesuatu yang sangat agung.

Perkataan (مَالٌ رَابِحٌ), dari kata الرِّبْحِ yakni artinya keuntungan. Keuntungan dengan mendapatkan pahala yang sangat besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka makna (مَالٌ رَابِحٌ) yakni harta yang memiliki keuntungan yang sangat banyak bagi pemiliknya. Diriwayatkan juga bahwa berasal dari kata الرَّوَاحِ artinya yang memilikinya pergi dengan membawa pahala yang sangat besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Al-Imam Al-Harawiy Rahimahullahu Ta’ala berkata bawah رَابِحٌ artinya yaitu harta yang memiliki keuntungan yang sangat besar. Dan siapa yang meriwayatkan dengan رائح, maka yang diinginkan adalah bahwa harta tersebut sangat dekat dengan kebaikan.

Penjelasan Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr

Sahabat Abu Talhah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau adalah Zaid bin Sahl Al-Anshari. Yaitu suami dari ibunda Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, perawi hadits tersebut. Dimana makna perkataan Anas bahwasanya Abu Talhah adalah sahabat Anshar yang paling banyak hartanya di kota Madinah dan bahwasannya harta yang paling beliau cintai adalah Bairaha.

Kata Syaikh, Bairaha adalah sebuah kebun yang berada di sisi kiblat masjid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan Nabi mulia, beliau senantiasa masuk ke kebun tersebut, sering masuk ke dalam kebun tersebut dan beliau meminum air yang ada dalam kebun tersebut.

Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke dalam kebun kemudian Nabi yang mulia berteduh di bawah naungan pohon yang ada di kebun tersebut. Dari sini para ulama kita Rahimahumullahu Jami’an mengambil sebuah faidah hukum bolehnya seseorang pergi ke kebun atau ke sebuah taman untuk relax/refrash kemudian bernaung di bawah naungan pohon tersebut menghabiskan sebagian waktunya di bawah naungan pohon untuk menghilangkan kepenatannya sebagaimana yang Nabi lakukan. Disini juga para ulama mengambil faidah bahwasanya seseorang boleh untuk mencari atau meminum dari air yang baik/segar. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke dalam kebun tersebut dan Nabi meminum dari air yang sangat segar yang ada di dalam kebun tersebut.

Kemudian -kata Syaikh- bahwa faidah tatkala Anas bin Malik menyebutkan masuknya Nabi ke dalam kebun Bairaha dan Nabi yang mulia berteduh di bawah naungan pohon di dalam kebun tersebut, Nabi yang mulia minum dari air yang ada dalam kebun tersebut, semua penjelasan di atas adalah untuk menjelaskan bahwasanya kebun Bairaha milik Abu Talhah ini adalah sesuatu yang sangat berharga nilainya dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi bagi sang pemiliknya. Dan diantara kedudukan kebun tersebut bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu sering masuk ke dalam kebun kemudian beliau minum dari air yang ada dalam kebun tersebut sehingga kebun Bairaha tersebut menjadi harta yang sangat dicintai oleh pemiliknya.

Perkataan Anas: tatkala turun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.” Kata Syaikh maknanya bahwasanya kamu tidak akan memperoleh hakikat kebaikan/kesempurnaan kebajikan sampai kamu memiliki sifat di atas. Yaitu engkau mampu menginfaqkan sebagian harta yang kamu cintai. Maka yang dituntut dari seorang muslim dari ayat tersebut adalah seorang hamba berusaha menginfakkan harta dari apa yang dia cintai, bukan kita menginfaqkan harta dari apa yang tidak kita sukai atau harta-harta yang tidak baik. Tapi kita infaqkan dari harta yang memang kita cintai. Akan tetapi kata Abu Talhah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau menginginkan untuk dirinya derajat yang lebih tinggi dari itu semuanya. Yang diminta oleh ayat adalah mengingaqkan dari apa yang dicintai. Namun Abu Talhah justru menginfaqkan harta yang paling beliau cintai. Bukan sebatas apa yang dicintai, tapi justru beliau menginfaqkan harta yang paling beliau cintai. Maka beliau naik derajatnya didalam kedermawaan,  didalam menginfaqkan harta ke dalam derajat yang paling sempurna. Yaitu menginfakkan harta yang paling dicintai, bukan hanya sebatas harta yang beliau cintai. Abu Tahlah

Perkataan Rawi: “Kemudian bangkitlah Abu Talhah untuk mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian beliau berkata kepada Nabi, ‘Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam kitabNya, ‘Kamu tidak akan memperoleh kebaikan sebelum kamu menginfaqkan sebagian harta yang kamu cintai.’ Dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai Ya Rasulullah adalah Bairaha. Harta tersebut sebagai sedekah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan sedekah tersebut aku harapkan kebaikannya, aku harapkan sedekah tersebut menjadi tabungan pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.`”

Kata Syaikh, makna “Harta yang paling aku cintai adalah Bairaha.” Yakni bahwasannya Abu Talhah memilih harta yang paling beliau cintai untuk disedekahkan. Beliau bukan hanya saja memilih harta yang dicintai, tapi beliau memilih harta yang paling berharga cintai, beliau keluarkan sebagai sedekah dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh sifat kedermawanan.

Kemudian makna, “Aku jadikan sebagai sedekah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala”. Di sini ada faidah -kata beliau-bahwasanya yang namanya sedekah itu sama halnya dengan ibadah-ibadah yang lain. Dimana setiap ibadah harus dibangun diatas niat taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendekatkan diri kepada Allah dalam rangka mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga sedekah yang kita keluarkan masuk ke dalam amal shalih. Karena sesungguhnya tidak akan masuk ke dalam amal shalih amalan seorang hamba kecuali amalan yang memang ditunjukkan dalam rangka bertaqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam rangka mencari pahala dan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kata Syaikh Hafidzahullahu Ta’ala, makna perkataan, “Aku harapkan kebaikan dari sedekah tersebut dan simpanan pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Kalimat (أرجو) ini maknanya aku harapkan dengan dikeluarkannya harta tersebut sebagai sedekah. Dan makna (برها) itu kebaikannya dan keberkahan dari sedekah tersebutو keberkahan dari nafkah tersebut yang aku keluarkan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian makan (وذخرها) yakni aku simpan sedekah tersebut sebagai simpanan pahala yang akan aku petik di hari tatkala aku menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, aku jadikan sedekah tersebut sebagai tabungan/simpanan yang akan aku ambil faidahnya tatkala aku bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maknanya -kata beliau- bahwasanya Abu Talhah menginginkan dari harta tersebut apa yang beliau keluarkan Allah jadikan sebagai pahala di hari kiamat nanti tatkala beliau bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun perkataan Abu Talhah, “Maka silahkan Ya Rasulullah, engkau jadikan harta tersebut sesuai dengan apa yang engkau kehendaki.” Maknanya -kata Syaikh- bahwasanya Abu Talhah memberikan pilihan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam/menyerahkan urusannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang urusan kebun yang beliau sedekahkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Makna ucapan (بخ), kalimat tersebut diucapkan tatkala seseorang merasa ridha dengan perbuatan orang lain atau hendak memuji amalan seseorang atau hendak memuji apa yang dikerjakan oleh seseorang.

Simak pembahasan selanjutnya pada menit ke-24:01

Downlod MP3 Ceramah Agama Pembahasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48008-pembahasan-hadits-tentang-keutamaan-sedekah/